Kepada Perempuan Pecinta Hujan (1)
masihkah bulirbulir dari sudut matamu
mengabarkan kegalauan pada sunyi malam
mengalirkannya pada tetes yang menggaram
di lekuk pipimu yang memerah
kemudian luruh ke tanah
seperti hujan yang turun pagi itu?
ingin kutadahi bulirbulir yang luruh itu
dengan dua tanganku yang tergetar
lalu kubasuhkan ke dadaku, ke mukaku,
ke lenganku, ke seluruh tubuhku
agar dapat kuselami lebih dalam
galau yang menyelimuti malammu
lalu,
kita siangi galau malammu
dengan matahari di pelukanku
Taman MnemoniC, 2008
Kepada Perempuan Pecinta Hujan (2)
gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
yang menjalin sirkulasi
dari bulirbulir air mata kelam
yang mengalir ke laut kesunyian
menguap jadi awan hitam kegalauan
kemudian menetes kembali ke hatimu
gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
yang menjelma buliran
dari luruhanluruhan perihnya malam
yang akan mengeringkan luka lama
membalutnya dengan kasa kesetiaan
menjaganya hingga pagi menjelang
gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
serupa embun yang akan menguraikan
cahaya matahari pagi
menjadi spektrum pelangi
melengkung di langit hatimu
dan akan mewarnai hidup dan duniamu
Taman MnemoniC, 2008
Kepada Perempuan Pecinta Hujan (3)
gemetar itu menyerang bibirku
kala kupaksakan untuk sekadar
memanggil namamu yang telah lama
tidak pernah kugumamkan
Taman MnemoniC, 2008
.
Saturday, July 26, 2008
Posted by
Sangdenai
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
tuh kan bener!!!!!! puisi ini emang yang dimuat di koran PR tea... ih, kok mas ngebohong sih???? hiks...hiks... hiks....
Post a Comment